Ras Penentu Kesuksesan, benarkah ?
Indonesia merupakan Negara kesatuan yang dimana
rakyatnya terdiri dari berbagai macam ras, suku dan budaya. Salah satunya
keturunan tionghoa yang mendiami wilayah Indonesia. Dalam kesempatan kali ini
saya akan membahas tentang kesenjangan social yang menyangkut ras tionghoa
dalam lingkungan kerja. Pada perusahaan X yang berada di kawasan Jakarta dibangun
oleh kumpulan pengusaha tionghoa dan tentunya mempunyai karyawan dari berbagai
ras, juga suku.
Pada perusahaan X ini saya berkesempatan untuk
mewawancarai seorang karyawati Ibu Tessa untuk membahas kesenjangan social
dimana pada kasus kali ini ras tionghoa lebih cepat berkembang karirnya dibanding
dengan ras lain. Berikut hasil wawancara saya dengan ibu Tessa:
Saya :
Selamat pagi ibu tessa
Tessa :
Selamat pagi mba erlina
Saya : Baik bu, mari kita mulai untuk sesi
wawancara ini. Pertama-tama pertanyaan yang ingin saya ajukan adalah, bagaimana
pendapat ibu tentang perusahaan yang menaungi ibu saat ini ?
Tessa : Ya bisa dibilang cukup baik mba, walaupun
saya belum mendapatkan perubahan yang signifikan untuk karir saya sendiri.
Saya : Kalau boleh tau bu, sudah berapa lama ibu
bekerja di perusahaan ini ?
Tessa : Ya kira-kira sudah 3 tahun lah mba, dari
tahun pertama saya diletakan di posisi finance dan sampai saat ini saya masih
stay diposisi ini.
Saya : Bisa diceritakan bu untuk bagaimana detail
ceritanya sehingga sampai dalam 3 tahun ibu mengabdi tapi tidak ada perubahan
yang signifikan ?
Tessa : Yaaaaa biasalah mba, ini kan perusahaan
milik orang-orang tionghoa. Yang biasanya karyawan dengan ras yang sama pasti
lebih didahulukan dibandingkan dengan yang tidak satu ras.
Saya : Wah rumit juga ya mba kalo memang
sistemnya seperti itu. Lalu mba, apa mba tidak berusaha untuk mengklarifikasi
hal ini kepada perusahaan ?
Tessa : Engga deh mba, karena sepertinya memang ini
sudah tradisi dalam perbisnisan mereka. Mau sekuat apapun kita menunjukan
ketidak setujuan dengan system itu, hasilnya pasti NOL. Contohnya seperti teman
saya yang ber-ras tionghoa belum lama ini menempati posisi finance juga sama
seperti saya. Tapi jika dalam struktur organisasi posisi teman saya ini justru
diatas saya. Inikan namanya rasis!
Saya : Lalu mba terima saja dengan keputusan ini
? padahal masa jabatan mba lebih lama, kenapa mba tidak berusaha untuk
mengkonfirmasi hal ini ?
Tessa : Ya seperti yang saya bilang tadi mba, mau
sampai kapanpun mereka akan lebih percaya dengan orang yang ber-ras sama, dan
juga saya bisa dibilang malas lah untuk berdebat masalah hal-hal seperti ini. Biarlah
management perusahaan yang menilai, toh tidak ada ruginya juga untuk saya.
Saya : Lalu bagaimana tanggapan mba tentang system
yang bisa dibilang cukup rasis ini mba ?
Tessa : Yaaa harusnya sih jangan ada diskriminasi
seperti ini mba, karena apa ? kita sebagai karyawan kan juga berhak menerima
penghargaan lebih apalagi kalo dilihat dari masa kerja. Kan setiap karyawan
berhak mendapatkan karir lebih, kalaupun memang karyawannya tidak mempunyai
kompetensi bukankah lebih baik diadakan training tambahan dari pada harus
menambah karyawan baru ? tapi ya saya sebagai karyawan hanya bisa patuh
terhadap aturan yang sudah diputuskan perusahaan.
Saya : Oh begitu ya mba. Lalu menurut mba apa
yang harus dilakukan untuk menghilangkan diskriminasi ini ?
Tessa : Kalo menurut saya ini tidak bisa
dihilangkan mba, karena apa ? ini adalah sebuah tradisi. Ya seperti tradisi
masyarakat deh, walaupun jaman sudah modern tapi tradisi ya tetap tradisi. Sama
seperti halnya ini, pasti akan susah atau bahkan memang tidak akan pernah bisa
untuk dihilangkan.
Saya : Hmm, baiklah kalau begitu mba. Terimakasih
atas waktu dan kesempatan wawancara dan menjawab pertanyaan-pertanyaan saya ini.
Tessa : Iya mba, sama-sama.
OPINI
Dalam
permasalahan ini dapat disimpulkan. Bahwa system atau budaya yang sudah ada
adalah sebuah kebiasaan atau tradisi yang sulit diubah. Dalam hal ini adalah system
perbisnisan yang dikuasai oleh pengusaha ras tionghoa. Dimana jika kita bukan
berasal dari ras tersebut karir kita pada perusahaan itu mungkin naik bertahap
tapi tidak secepat dengan karyawan dengan ras yang sama. Karena mungkin saja
dengan ras yang sama berarti sebagian sifat yang dimiliki sama dan yang pasti
bisa memajukan perusahaan tersebut.
Beda
hal jika yang dipercaya dari ras yang berbeda, karena beda ras beda budaya juga
beda tradisi. Mungkin saja ras tionghoa dikenal dengan orang yang rajin dan
bisa dibilang “work a holic” sehingga sesama ras nya bisa memahami hal itu akan
membawa dampak yang positif. Tapi disisi lain, hal yang terjadi di atas
merupakan sebuah diskriminasi terhadap suatu ras. Karena pada dasarnya semua
karyawan mempunyai hak untuk di upgrade dan mendapatkan hal yang lebih baik
lagi apalagi mengingat masa jabatan atau masa abdi yang lebih lama. Bukankah itu
hal yang tidak adil jika kita sudah mengabdi lama tapi posisi jabatan kita
berada dibawah dengan orang yang baru saja mengabdi ? Harusnya jika memang
karyawan yang mengabdi lebih lama itu tidak berkompeten, bukankah sebaiknya
dilakukan pelatihan agar karyawan mempunyai skill tambahan dan itupun akan
menguntungkan perusahaan saya rasa.
Tapi
ya itulah dunia pekerjaan saat ini yang saya lihat. Dimana jika kita bukan
keturunan ras yang sama dengan pemilik perusahaan maka karir pun akan menanjak
tapi dengan alot. Tidak melesat cepat seperti yang ber-ras sama.
Demikian
wawancara dan sedikit ulasan yang bisa saya ungkapkan. Semoga kedepannya budaya
rasis ini bisa hilang dan memberi kesempatan kepada karyawan-karyawan lain
untuk bisa lebih berkembang dan ikut serta memajukan perusahaan.
Nama : Erlina Widiya
NPM : 1D114001
Kelas : 1 KA 25
0 komentar:
Posting Komentar