Selasa, 18 November 2014

ISD (Wawancara) Kesenjangan Sosial


Ras Penentu Kesuksesan, benarkah ?

           Indonesia merupakan Negara kesatuan yang dimana rakyatnya terdiri dari berbagai macam ras, suku dan budaya. Salah satunya keturunan tionghoa yang mendiami wilayah Indonesia. Dalam kesempatan kali ini saya akan membahas tentang kesenjangan social yang menyangkut ras tionghoa dalam lingkungan kerja. Pada perusahaan X yang berada di kawasan Jakarta dibangun oleh kumpulan pengusaha tionghoa dan tentunya mempunyai karyawan dari berbagai ras, juga suku.
             Pada perusahaan X ini saya berkesempatan untuk mewawancarai seorang karyawati Ibu Tessa untuk membahas kesenjangan social dimana pada kasus kali ini ras tionghoa lebih cepat berkembang karirnya dibanding dengan ras lain. Berikut hasil wawancara saya dengan ibu Tessa:

Saya    : Selamat pagi ibu tessa
Tessa   : Selamat pagi mba erlina
Saya    : Baik bu, mari kita mulai untuk sesi wawancara ini. Pertama-tama pertanyaan yang ingin saya ajukan adalah, bagaimana pendapat ibu tentang perusahaan yang menaungi ibu saat ini ?
Tessa  : Ya bisa dibilang cukup baik mba, walaupun saya belum mendapatkan perubahan yang signifikan untuk karir saya sendiri.
Saya    : Kalau boleh tau bu, sudah berapa lama ibu bekerja di perusahaan ini ?
Tessa   : Ya kira-kira sudah 3 tahun lah mba, dari tahun pertama saya diletakan di posisi finance dan sampai saat ini saya masih stay diposisi ini.
Saya   : Bisa diceritakan bu untuk bagaimana detail ceritanya sehingga sampai dalam 3 tahun ibu mengabdi tapi tidak ada perubahan yang signifikan ?
Tessa : Yaaaaa biasalah mba, ini kan perusahaan milik orang-orang tionghoa. Yang biasanya karyawan dengan ras yang sama pasti lebih didahulukan dibandingkan dengan yang tidak satu ras.
Saya  : Wah rumit juga ya mba kalo memang sistemnya seperti itu. Lalu mba, apa mba tidak berusaha untuk mengklarifikasi hal ini kepada perusahaan ?
Tessa  : Engga deh mba, karena sepertinya memang ini sudah tradisi dalam perbisnisan mereka. Mau sekuat apapun kita menunjukan ketidak setujuan dengan system itu, hasilnya pasti NOL. Contohnya seperti teman saya yang ber-ras tionghoa belum lama ini menempati posisi finance juga sama seperti saya. Tapi jika dalam struktur organisasi posisi teman saya ini justru diatas saya. Inikan namanya rasis!
Saya   : Lalu mba terima saja dengan keputusan ini ? padahal masa jabatan mba lebih lama, kenapa mba tidak berusaha untuk mengkonfirmasi hal ini ?
Tessa  : Ya seperti yang saya bilang tadi mba, mau sampai kapanpun mereka akan lebih percaya dengan orang yang ber-ras sama, dan juga saya bisa dibilang malas lah untuk berdebat masalah hal-hal seperti ini. Biarlah management perusahaan yang menilai, toh tidak ada ruginya juga untuk saya.
Saya    : Lalu bagaimana tanggapan mba tentang system yang bisa dibilang cukup rasis ini mba ?
Tessa  : Yaaa harusnya sih jangan ada diskriminasi seperti ini mba, karena apa ? kita sebagai karyawan kan juga berhak menerima penghargaan lebih apalagi kalo dilihat dari masa kerja. Kan setiap karyawan berhak mendapatkan karir lebih, kalaupun memang karyawannya tidak mempunyai kompetensi bukankah lebih baik diadakan training tambahan dari pada harus menambah karyawan baru ? tapi ya saya sebagai karyawan hanya bisa patuh terhadap aturan yang sudah diputuskan perusahaan.
Saya  : Oh begitu ya mba. Lalu menurut mba apa yang harus dilakukan untuk menghilangkan diskriminasi ini ?
Tessa   : Kalo menurut saya ini tidak bisa dihilangkan mba, karena apa ? ini adalah sebuah tradisi. Ya seperti tradisi masyarakat deh, walaupun jaman sudah modern tapi tradisi ya tetap tradisi. Sama seperti halnya ini, pasti akan susah atau bahkan memang tidak akan pernah bisa untuk dihilangkan.
Saya   : Hmm, baiklah kalau begitu mba. Terimakasih atas waktu dan kesempatan wawancara dan menjawab pertanyaan-pertanyaan saya ini.
Tessa   : Iya mba, sama-sama.

OPINI
                        Dalam permasalahan ini dapat disimpulkan. Bahwa system atau budaya yang sudah ada adalah sebuah kebiasaan atau tradisi yang sulit diubah. Dalam hal ini adalah system perbisnisan yang dikuasai oleh pengusaha ras tionghoa. Dimana jika kita bukan berasal dari ras tersebut karir kita pada perusahaan itu mungkin naik bertahap tapi tidak secepat dengan karyawan dengan ras yang sama. Karena mungkin saja dengan ras yang sama berarti sebagian sifat yang dimiliki sama dan yang pasti bisa memajukan perusahaan tersebut.
                        Beda hal jika yang dipercaya dari ras yang berbeda, karena beda ras beda budaya juga beda tradisi. Mungkin saja ras tionghoa dikenal dengan orang yang rajin dan bisa dibilang “work a holic” sehingga sesama ras nya bisa memahami hal itu akan membawa dampak yang positif. Tapi disisi lain, hal yang terjadi di atas merupakan sebuah diskriminasi terhadap suatu ras. Karena pada dasarnya semua karyawan mempunyai hak untuk di upgrade dan mendapatkan hal yang lebih baik lagi apalagi mengingat masa jabatan atau masa abdi yang lebih lama. Bukankah itu hal yang tidak adil jika kita sudah mengabdi lama tapi posisi jabatan kita berada dibawah dengan orang yang baru saja mengabdi ? Harusnya jika memang karyawan yang mengabdi lebih lama itu tidak berkompeten, bukankah sebaiknya dilakukan pelatihan agar karyawan mempunyai skill tambahan dan itupun akan menguntungkan perusahaan saya rasa.
                        Tapi ya itulah dunia pekerjaan saat ini yang saya lihat. Dimana jika kita bukan keturunan ras yang sama dengan pemilik perusahaan maka karir pun akan menanjak tapi dengan alot. Tidak melesat cepat seperti yang ber-ras sama.
                        Demikian wawancara dan sedikit ulasan yang bisa saya ungkapkan. Semoga kedepannya budaya rasis ini bisa hilang dan memberi kesempatan kepada karyawan-karyawan lain untuk bisa lebih berkembang dan ikut serta memajukan perusahaan.





Nama     : Erlina Widiya
NPM      : 1D114001
Kelas     : 1 KA 25

Share:

0 komentar:

Posting Komentar